The First fight

Dalam bahasa familiarnya perjuangan pertama kali, why the first fight ? memangnya hidup dari dulu gak berjuang ? memangnya kamu anak raja , yang gak perlu perjuangan hidup ? memangnya siapa kamu ? #sudah jangan jejali posting ini dengan kata – kata itu# 

Kalau di kaji lagi, judul perjuangan pertama, rasanya terlalu lebay banget, jelas – jelas perjuangan pertama ya waktu lahir itu, perjuangan ke dua ya waktu belajar nangis, perjuangan ke tiga ya waktu belajar makan, perjuangan ke empat ya waktu belajar ngomong, perjuangan ke lima ya waktu belajar berjalan, la terus ?? judul nya mau di kasih apa kalau mengkaji ulang mengenai perjuangan itu ? tidak mungkin lah dikasih judul perjuangan yang ke seribu dua ratus sembilan puluh delapan, ya jelas, tidak menarik sekali lah, yang ada sekali baca judul itu, semua pengunjung langsung tutup browser dan matikan computer terus sholat taubat, hahha 

But anyway, kata banyak orang judul tidak terlalu penting yang penting isi nya, yow pow ra ? :D Perjuangan pertama kali, lebih tepatnya waktu dulu memasuki sekolah menengah pertama (SMP), layaknya orang yang bener – bener ababli (abg labil) penuh dengan ketiru_tiruan, entah itu bermanfat atau bukan untukku, yang penting ngikut teman – teman, mengikuti trend yang sedang booming, 

Yap, masuk pertama sekolah SMP dalam meanset harus berubah gaya hidup dari SD, entah dari segi apapun, and now, mengambil teman – teman yang bisa dibilang “gentho” (*preman), memang bener bener gila pikiranku, kenapa juga mesti bergabung dengan orang – orang seperti itu, masuk sekolah pertama sudah kenal percakapan yang namanya rokok, alcohol, dan cerita 17 tahun keatas, memang hanya sebatas cerita , tapi itu sudah mempengaruhi pikiran ku yang bisa dibilang masih sangat lugu dan asing dengan semua itu. 

Layaknya manusia yang baru punya otak kosong, yang siap menampung semua yang nyangkut, tanpa mengkaji lebih ulang. Ya, itulah anak ababil, Bisa di istilahkan dari manusia yang dulunya tak berdosa menjadi manusia penuh dosa, (hahha), why ? masa – masa sekolah dasar, benar – benar aku menjadi manusia yang di harapkan ibu guru, bapak guru, yang ada hanyalah belajar, belajar, dan memperhatikan ocehan guru di depan kelas. 

Bicara kotor pun 100 % tidak pernah aku ucapkan, marah dengan teman, blas gak pernah aku lakukan apalagi berantem, aku memang di bentuk menjadi manusia yang lebih baik mengalah dari pada menimbulkan keributan. Mencontek teman pun gak pernah, apalagi mengasih contekan, itu serasa menjadi kegiatan haram bagiku, hahha, juara kelas pun sering aku sandang, pujian dari guru pun sering menyelinap di sela – sela telinga ini. 

Dan masih banyak lagi, jika di ceritakan lebih lanjut kalian semua pada shock, hahhaa Tapi memang benar dunia ini berputar, manusia itu mamang terkadang mencoba hal yang baru yang sekiranya di luar nalar, untuk menghiasi perjalanan hidup, untuk menjadi bahan bicara kepada anak cucu kelak. Sekolah menengah pertama kelas 1, 
sekiranya menjadi titik terbobrok dalam kehidupanku, bicara kotor ? itu sudah menjadi jamuan wajib ku setiap detik, entah kenapa diriku yang dulunya mulut ini terkunci dengan semua itu, rasa – rasanya kunci yang dulunya aku simpan rapat – rapat, berbuka dengan leluasanya, mencoba merokok ? hah, sudah tidak asing lagi bagiku, kelas 1 smp sudah merokok ? itu rasa – rasanya memalukan sekali, memang merokok nya secara diam – diam, masih backstreet_an, 

tapi ya tetep saja sudah mencicipi asap beracun itu masuk ke dalam paru – paru yang masih bersih. Mancoba minum alcohol ? Alhamdulillah , belum sampai ke arah situ, Alhamdulillah juga iman ku masih kuat, Alhamdulillah juga belum pernah meneguk barang mematikan itu meski setetes, BELUM PERNAH !, hanya berkumpul dengan sekelompok orang yang dengan senangnya menikmati kehidupan yang melayang, untung saja aku hanya melihatnya, di baca lagi “MELIHATNYA”. Hal yang tak perlu di tiru lagi, tak lain tidak bukan sebagai abg labil yang normal. :D

mengoleksi film dewasa ? sudah tidak tabu lagi di hadapanku , (wahaha) kalau dipikir, wajar juga, anak cow mengoleksi itu, why ? apa ada yang salah ? itu setidaknya membuktikan saya normal, yow pow ra ? hahha Nilai sekolah pengen tau ? hah, semakin memperparah diriku kalau ditanya soal itu, do re mi fa, sering menggambar dengan sendirinya di bukuku, acara suruh keluar kelas, hampir sering kau alami, berasa manjadi siswa anak tiri ? sering aku alami, melawan guru ? makanan sehari – hariku, di benci guruku ? seakan menjadi takdirku di kelas, memang kalau dipikir lagi, mengapa jadi seperti ini ? Kenakalan demi kenakalan sering aku ciptakan, 
pernah suatu itu aku berkenalahi dengan manusia paling pinter (tak perlu saya sebutkan namanya, takutnya nanti dia jadi artis dadakan, haha) kebayang kan, manusia paling pinter di kelas, dia seakan menjadi dewa di tengah orang – orang kesusahan, seakan menjadi penyelamat di tengah lumpur kebodohan, aku sendiri juga terlalu berat mengambil resiko, aku tak jauh berpikir, bagaimana contekanku besok ? bagaimana ulanganku besok ? terus, apa mungkin aku ulangan tanpa melihat jawaban dia (its impossible), aku juga tak memikirkan jauh juga, yang namanya manusia paling penting, dia pasti dibelakangi oleh ribuan orang yang membutuhkan nya, 

Yap, teman sekelas, tetangga kelas bahkan guru – guru pada membelanya, aku bagaikan semut diantara ribuan gajah, T_T, apa yang aku katakan sejujurnya, seakan tidak di gubris, pengaduan ke guru bimbingan konseling, hanyalah angin belaka, seolah – olah one hundred percend, dia benar . Ya sudahlah, sudah terjadi, mau tidak mau aku harus menanggung resikonya, yap. 

Di musuhi sekelas, bisa di bayangkan di musuhi sekelas dengan waktu yang sangat lama sekali bagaimana rasanya ? bagaimana rasanya, ngajak ngobrol dengan teman, tak ada satupun yang mau, apa lagi untuk mencontek teman, hah, semua pada buang muka, hal yang paling membuatku geram, ya itu, waktu ada kerja kelompok, gila.. tak ada satu pun yang mau kerja kelompok denganku, ( so sad T_T) 

Hari demi hari aku lalui sendiri di kelas, di pojokan kelas berwarna putih kusam seolah menjadi tempatku bersemayam, masuk kelas, duduk, diam, dan tatapan kosong, selalu menjadi rutinitasku tiap hari. Merasakan bagaimana menjadi manusia yang tak berguna, merasakan menjadi manusia sampah, merasakan menjadi manusia yang di buang, sumpah itu semua 100% tidak enak. 

Berbulan – bulan aku merasakan kesendirian , permasalahan yang seharusnya aku ceritakan pada teman, kini aku tanggung sendiri, kini aku simpan sendiri, cacian, hinaan dan makian dari orang sekitar selalu aku terima, selalu aku timbun dalam hati yang sudah rapuh.

Dalam kesendirian yang penuh penyesalan selalu aku rasakan, dalam benak selalu terselip kata, mengapa semua itu harus terjadi padaku ??, entahlah, nasi telah menjadi bubur, semua sudah terlanjur terjadi, hal yang sering terbayang di benak di kala kesendirian penuh kesedian tidak lain tidak bukan “mengakhiri hidup”, rasanya sudah tidak ada gunaya hidup jika orang sekitar sudah tidak menganggap keberadaan kita, serasa sia – sia nafas yang di berikan Tuhan kepada ku, hanya menghabiskan sisa oksigen di jagad raya ini. 

Di setiap malam menjelang pagi, aku selalu menuliskan kata – kata terakhir untuk orang – orang di sekitarku, aku beharap meraka membacanya ketika aku tak ada, aku harap mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan salah. Sering aku termenung melamun sendiri dikamar rumah, sambil menulis isi hati di secarik kertas. Huh. 

Di usia 13 tahun serasa masih terlalu berat menerima beban ini. Yah, itu juga karena salahku sendiri. Namanya manusia ababil, percobaan buduh diri masih terlalu sadis buatku, menempelkan pisau di tangan sudah ketakutan, aku pun juga terkadang berpikir, bodhoh sekali aku melakukan ini semua, itu hanya memperparah keadaan, terus bagaimana perasaan ke dua orang tuaku, 13 tahun merawatku, memakaniku, membiayaai, membanting tulang untukku, aku malah —–____—–, L, ( too durhaka, :D)



Sering terselip juga kata, change, and do the better than now, memasuki kenaikan kelas 2, waktunya untuk berubah, berubah bukan berarti menjadi superman, ataupun power rangers, tapi berubah menjadi lebih baik, tiap hari aku buka lembaran demi lembaran buku kusam yang jarang aku buka sebelumnya, mulai membaca tiap rumus yang kadang membuatku bingung sendiri, but cange is difficult than start from beginning. 

Mencoba berkumpul dengan teman, sering ku lakukan, meski terkadang mereka pada menjauh, tapi aku selalu berusaha untuk mendapatkan kehangatan pertemanan lagi, selalu menawrkan pertlongan sering aku lalukan, menjadi teman bercerita,sering aku laksanakan, 
berbagi uang saku menjadi rutinitasku, memberikan bantuan contekan di tengah kesusahan ulangan, sudah menjadi kewajibanku. 

Hidup seperti itu memang menyenangkan, saling berbagi dan saling membantu, its happy. Satu tahun aku lakukan step by step perubahan dalam perilakuku yang memang sebenarnya harus dirubah, pertemanan yang dulunya menjauh padaku semua pada mendekat lagi, teman yang menghilang kini sudah kembali lagi, oh, inikah yang namanya perdamaian hidup. 

Kelas 3, yap, start a science collide, waktunya membuktikan bahwa aku mampu untuk meraih kelulusan yang cemerlang, meski dulu dirasa tidak mungkin, 

Tahun ajaran baru otomatis buku baru, guru baru juga :D, dengan penuh semangat, setiap menit detik bahkan second, aku pelajari selembar demi lembar materi pelajaran, menjadi pemandu teman belajar sering aku lakukan, menjelaskan kembali materi dari guru ke teman, menjadi rutinitasku. Menerangkan materi yang pada belum paham serasa menjadi kewajibanku. 

Satu misiku, mereka semua harus lulus semua. Entah bagimana caranya, aku dapat mengentaskan mereka, mulai dari belajar kelompok, menjadi guru pembimbing bagi mereka, menjadi juru contekan bagi mereka, semua serasa menjadi kewajibanku untuk membalas keburukanku dulu. #proses pembeljarannya sya skip saja#, and now, waktunya untuk menunjukkan semua kemampuanku, yes, exam time. And, I want to tells exams impressive, yes, it mathematic . 

Ujian matematika, mengesankan sekali, entah kenapa, baru membaca 1 soal, semua pikiran mbong, hilang semua memori yang ada di otak ini, satu soal belum bisa jawab, dua soal juga belum bisa, tiga soal semakin memperparah, ku coba berhenti sejenak menenangkan diri sambil berdoa kepada yang maha kuasa agar di kembalikan kembali memori yang sempat hilang itu. 

Di coba mengerjakan soal demi soal, and, is miracle coming, aku juga tak tahu, satu soal demi satu soal mampu aku kerjakan dengan mudahnya, aku tak tahu ini namanya mukjizat atau apalh, waktu 2 jam serasa begitu singkat dengan menikmati setiap menitnya dengan irama bilangan 0 sampai 9,. Waktu terus berlalu, and now graduation announcements time, pengumuman kelulusan. 

Kelas sembilan A, 3 lembar kertas putih masih tertempel di dinding putih yang kusam itu, ku cermati tiap baris demi baris nama nama temanku, no 1 lulus, no 2 lulus, no 3 lulus, no 4 lulus, and where is my name ? ku telusuri sampai di urutan 32, yeah, that is my name, I’m “LULUS”, ku cermati tiap nilai, and waow amazing matematika “10”, sempurna, dan tertinggi se sekolahan, serasa mejadi pemenang olimpiade, serasa tidak mungkin bagiku, yang duluny a tidak paham sama sekali dengan matematika, kini menjadi tertinggi se sekolahan, mengalahkan teman yanglain yang dulunya lebih pintar dariku, mengalahkan orang yang dulunya di agung agungkan, yah, betul kata orang, jika mau berusaha, hal yang sekiranya tidak mungkin, akan menjadi mungkin, 

Kucermati tiap nama sekelas, yang ternyata semua LULUS, waow, kelas sembilan A LULUS dengan niilai terbaik di antara kelas yang lain, waow is amazing, rasa banggga bercampur terharu saling menghiasi tiap raut muka diantara kami. 

Yap, ini lah hidup, Satu hal yang dapat aku petik dalam sepenggal perjalanan itu, bahwa menjadi diri sendiri itu lebih baik dari pada meniru orang lain, “being yourself is better than imitating others”. Sepenggal perjalanan yang memberikan kesan penuh arti bagiku, memberikan pelajaran yang sangat mahal di dapat, proses pendewasaan diri yang sangat pahit tapi manis hasilnya. 

Yap, itu lah hidup, kadang perjalanan hidup dengan sendiri nya menuntutmu, terkadang kamu terjatuh dengan sendirinya di lubang terdalam penuh lumpur, hidup juga mengajarkan mu untuk meraih sinar kebangkitan dan berdiri tegap menatap manisnya nilai dari perjuangan.